Selasa, 21 Agustus 2007

Tugas Akhir PTK


DAMPAK SIARAN TELEVISI
Kekuatan kotak elektronik yang bernama televisi ternyata begitu luar biasa merasuk dalam kehidupan kita. Televisi, si kotak ajaib yang keberadaanya sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari, seringkali menimbulkan kecemasan bagi orangtua yang anaknya masih kecil. Cemas jika anak jadi malas belajar karena terlalu sering nonton televisi, cemas jika anak meniru kata-kata dan adegan-adegan tertentu, cemas jika mata anak jadi rusak [minus], dan cemas jika anak menjadi lebih agresif karena terpengaruh oleh banyaknya adegan kekerasan di televisi. Sayangnya, sampai saat ini media televisi masih menjadi alternatif pilihan utama bagi penonton, karena media televisi sebagai media informasi dan hiburan yang hingga kini masih melahirkan pengaruh yang baik dan buruk bagi perkembangan psikologis dan perilaku pemirsanya, termasuk anak-anak.
Televisi sebagai media yang memiliki sifat audiovisual mampu menghadirkan kejadian, peristiwa, atau khayalan-khayalan semata seperti film laga dari luar negeri [import] yang banyak sekali mengandung unsur kekerasan, percintaan yang telah banyak menyimpang dari budaya kita. Atau sinetron-sinetron remaja dalam negeri yang cenderung mengangkat tema kekerasan, sadisme, kebencian, permusuhan, percintaan, gaya hidup menengah keatas serta mendukung pola hidup konsumtif dan hedonisme. Belum lagi tayangan mancanegara seperti telenovela atau video klip yang juga mengandung unsur-unsur pornografi dan pornoaksi, sehingga anak-anak dibawah umur lah yang paling cepat terpengaruh oleh tayangan televisi, dengan anggapan apa yang disiarkan televisi adalah sebuah kenyataan dan kebenaran.
Berbagai tulisan, kertas kerja, dan penelitian bahkan seminar-seminar, lokakarya, simposium yang ditulis dan dibicarakan oleh para pakar dan para ahli dibidangnya memperdebatkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh media televisi. Tudingan miring mengenai kebobrokan televisi sebenarnya sudah merebak sejak kelahirannya pada era tahun 1950.
Konsumen media televisi tidak hanya para kalangan orang tua, dewasa, remaja, tetapi juga dari kalangan anak-anak. Yang dikhawatirkan dari kalangan orang tua adalah anak-anak yang belum mampu membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang pantas dan tidak pantas, karena media televisi mempunyai daya tiru yang sangat kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
Dr Hardiono D Pusponegoro SpA(K), spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta memaparkan, otak berfungsi merencanakan, mengorganisasi, dan mengurut perilaku untuk kontrol diri sendiri, konsentrasi, atau atensi. Otak juga berfungsi menentukan baik atau tidak. "Pusat di otak yang mengatur hal ini adalah korteks prefrontal yang berkembang selama masa anak dan remaja,". Hardiono menambahkan, "Menonton televisi saat masa anak dan remaja berdampak jangka panjang terhadap kegagalan akademis umur 26 tahun." Dalam penjelasan Hardiono, hanya dari menonton televisi saja otak kehilangan kesempatan mendapat stimulasi dari kesempatan berpartisipasi aktif dalam hubungan sosial dengan orang lain, bermain kreatif dan memecahkan masalah. Selain itu televisi bersifat satu arah, sehingga anak kehilangan kesempatan mengekplorasi dunia tiga dimensi serta kehilangan peluang tahapan perkembangan yang baik. "Dalam riset yang saya baca ini, malah dianjurkan untuk anak dibawah usia 5 tahun, disarankan tidak usah menonton televisi sama sekali," tegasnya.

Dampak Buruk Televisi bagi Perkembangan Anak
Penelitian lain yang dilakukan Liebert dan Baron dari Inggris, menunjukkan hasil: anak yang menonton program televisi yang menampilkan adegan kekerasan memiliki keinginan lebih untuk berbuat kekerasan terhadap anak lain, dibandingkan dengan anak yang menonton program netral [tidak mengandung unsur kekerasan]. Efek jangka panjang soal kekerasan ini juga dipaparkan Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono, Psikolog dari universitas Indonesia. Menurut psikolog yang sering meneliti soal perilaku kekerasan ini, semakin sering anak menonton program TV dengan muatan kekerasan semakin tinggi kecenderungan menjadi agresif saat beranjak dewasa. Tayangan televisi yang mengandung kekerasan dapat meningkatkan pikiran-pikiran mengenai permusuhan pada anak dan mengurangi kecenderungan anak untuk membantu orang lain. Pendapat serupa dengan Sarlito pernah dilontarkan oleh Professor L. Rowell Huesmann, dari University of Michigan, yang meneliti pengaruh kekerasan pada media televisi terhadap perubahan perilaku. "Efek yang ditimbulkan mungkin tidak langung, tapi akan muncul ketika si anak mulai dewasa kelak." Pendapat ini dibenarkan oleh Professor Jonathan Freedman dari University of Toronto Kanada, "Ilmu pengetahuan membuktikan, tayangan kekerasan tersebut juga ikut membantu melahirkan generasi pelaku kekerasan."
Kembali pada riset soal dampak televisi, dari penelitian terhadap 260 anak-anak Sekolah Dasar [SD] yang ada di Jakarta, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia [YKAI] membuktikan televisi ternyata medium yang banyak ditonton dengan alasan paling menghibur. Kenyataan ini menunjukkan bahwa televisi menjadikan media yang benar-benar diidolakan oleh anak-anak. Anak-anak lebih bersifat pasif dalam berinteraksi dengan televisi, bahkan seringkali mereka terhanyut dalam dramatisasi terhadap tayangan yang ada di televisi. Hal lain yang merupakan imbas dari menonton televisi pada anak-anak adalah munculnya gejala obesitas [kegemukan]. Dr. Endang Darmoutomo, MS, SpGK, Spesialis Gizi Klinik dari RS Siloam Gleneagles Karawaci Banten, mengatakan kecenderungan menonton telvisi terlalu lama akan meningkatkan angka obesitas pada anak-anak. Hal yang sama berlaku bagi anak yang lebih suka bermain games atau komputer dibanding anak yang bermain-main di luar bersama teman-teman. Saat nonton televisi atau main game, terjadi ketidakseimbangan energi yang masuk dan yang digunakan.
Melihat dampak negatif dari media massa, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu filter masyarakat terhadap tayangan televisi belum kuat dan banyak orangtua tidak punya pedoman dalam mengawasi anak menonton, maka timbul pertanyaan apakah KPI bisa mengatur penyiaran atau pengawasannya harus diperkuat. Begitu juga dengan kehadiran internet di sekolah apakah sudah diperhitungkan dampaknya dan siapa yang mengatur penayangannya yang tidak kalah negatif dari tayangan televisi. Diperlukan kesadaran pembuat program siaran, pemerintah juga harus melakukan kontrol. Prime time harus diberi porsi yang menuju cita-cita bangsa.
Tidak ada artinya jika kita terus menerus menyalahkan media televisi sebagai biang kerok kerusakan moral dan kepribadian anak-anak. Karena media televisi sebagai media informasi dan hiburan akan terus hadir dengan segala kontroversinya di tengah-tengah kita. Di sisi lain televisi, internet atau media elektronik lainnya sebenarnya memiliki manfaat positif. Melalui televisi anak bisa belajar bahasa, film-film dokumenter bisa menambah pengetahuan anak tentang ilmu, sejarah, maupun geografi. Nilai positif itu bisa diperoleh anak-anak, bila acara atau jenis permainan yang bersifat edukatif dan menghibur.

Tanggungjawab Orangtua
Apa yang akan terjadi apabila anak-anak dibiarkan menonton seenaknya? Bisa dibayangkan betapa buruknya tingkah laku mereka. Kalau tidak ditangani dengan serius, mereka akan terjerumus ke dalam kehancuran. Semua pihak bertanggung jawab menyelamatkan mereka. Namun orangtualah pihak yang paling bertanggung jawab. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua untuk menghindarkan anak dari dampak negatif televisi.
Pertama, memilihkan acara yang pantas ditonton. Jangan biarkan anak-anak memilih acaranya sendiri. Beri anak pengertian agar ia akan tahu mana tayangan yang pantas ditonton dan mana yang tidak.
Kedua, mengatur waktu menonton. Waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, sebanyak 36 jam seminggu atau sekitar lima jam sehari. Menonton televisi dengan waktu selama itu tentu tidak sehat. Waktu yang relatif aman untuk menonton adalah dua jam sehari. Ada penelitian lain menyebutkan bagi anak di bawah dua tahun dianjurkan untuk tidak menonton televisi.
Ketiga, melibatkan anak dalam membuat aturan. Jelaskan kepada mereka mengapa harus mengatur waktu menonton. Buat kesepakatan bersama.
Keempat, dampingi mereka. Walaupun sudah dipilihkan acara yang baik, mereka tetap harus didampingi. Keikutsertaan orangtua akan membantu mereka untuk memahami apa yang dilihat. Jelaskan mana yang bisa ditiru dan mana yang tidak. Ini adalah kesempatan untuk mengajarkan akhlak kepada anak.
Kelima, berdisiplin dari diri sendiri. Orangtua adalah figur yang ditiru oleh anak. Kalau orangtua disiplin, maka anakpun akan disiplin, begitu pula sebaliknya. Karena itu, mulailah berdisplin dari diri orangtua. Patut diperhatikan bahwa banyak orangtua yang tidak tahan dengan aturan yang pernah dibuat.
Keenam, membangun kerjasama dengan pihak lain. Komunikasikan kekhawatiran kita kepada pihak lain di rumah (kalau ada oranglain di rumah, seperti nenek, mertua dll). Jangan lupa komunikasikan juga kepada lingkungan sekitar, karena anak itu juga dibentuk oleh lingkungannya.

Daftar Pustaka :

astaga.com/hidup-gaya/index.php?cat=163&id=106488 - 22k -
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=963&tbl=artikel
http://www.sahabatnestle.co.id/homev2/main/dunia-dancow/tksk_sd.asp?id=1160
http://republika online/suplemen/cetak_detail.asp?mid=7&id=242791&kat_id=105&kat_id1=232 http://www.e-psikologi.com/sosial/111206.htm1 - 20k

Senin, 23 Juli 2007

Dampak Penggunaan Ponsel dan Teknologi 3G


Perkembangan pesat telekomunikasi di Indonesia, mengisyaratkan adanya beberapa permasalahan menarik untuk dicermati. Pada tahun 2002 sekarang ini, jumlah telepon seluler di Indonesia akan melampaui jumlah telepon tetap (fixed line) dalam jumlah yang cukup signifikan sebagai sebuah fenomena yang mengisyaratkan adanya beberapa perubahan paradigma dalam perilaku orang melakukan komunikasi di mana saja, kapan saja, dan siapa saja.Persoalan ini menjadi menarik kalau melihat bagaimana berbagai perangkat dan jasa komunikasi yang sekarang tersedia di masyarakat memberikan sebuah perspektif lain, komunikasi menjadi sebuah komoditas yang setara dengan komoditas pokok lainnya. Sehingga tidak mengherankan kalau lahan komunikasi sekarang ini menjadi rebutan berbagai pihak, baik BUMN seperti PT Telkom maupun operator telepon bergerak seluler.

Apalagi, infrastruktur jaringan komunikasi yang tersedia di Indonesia sekarang ini sudah tidak hanya digunakan untuk keperluan berbicara, tetapi sudah mampu untuk ditumpangkan dengan fasilitas multimedia seperti mengakses jaringan Internet maupun untuk menerima dan mengirim SMS (short message services) yang menjadi sangat populer untuk segala lapisan umur. Semua orang pun berlomba. Tidak hanya di sisi konsumen pengguna komunikasi, tetapi juga di sisi pengusaha baik yang menjual berbagai perangkat komunikasi (khususnya ponsel) maupun para operator yang berkecimpung dalam bisnis yang menggiurkan ini.

Namun, di sisi lain, potensi yang dikandung pasaran ponsel sekarang ini sebenarnya juga merupakan sebuah peluang lain untuk bisa memacu pertumbuhan dan pergerakan ekonomi. Bayangkan saja berapa banyak nilai rupiah yang ada pada setiap ponsel sekarang ini (hampir 80 persen pengguna ponsel di Indonesia sekarang menggunakan fasilitas pasca bayar dibanding prabayar dan baru bergerak dan mempunyai arti dalam perekonomian kalau pulsa-pulsa dalam nilai rupiah tersebut digunakan. Sedangkan di sisi lain, pertumbuhan dan pergerakan penggunaan ponsel menunjukkan kalau persaingan pasar (oleh para operator ponsel) ternyata mampu mendorong gairah masyarakat untuk berkomunikasi. Komunikasi dengan segala macam teknologi yang dikandungnya sekarang ini menunjukkan sudah tidak modelnya lagi untuk mempertahankan monopoli, sebuah bentuk perekonomian yang menyesatkan dan justru merugikan kepentingan orang banyak.

Namun demikian, dampak buruk penggunaan ponsel ternyata sangat besar. Emisi sinyal telepon selular ternyata bisa merangsang bagian korteks otak yang paling dekat dengan pesawat telepon itu, namun masih belum jelas apakah pancaran gelombang tersebut memberi dampak berbahaya atau tidak bagi kinerja otak dalam jangka waktu lama, seperti yang dikatakan para ilmuwan Itali dan dilansir Reuter. Studi yang dimuat dalam "Annals of Neurology" ini menambah besar jumlah lembaga penelitian yang sering dilakukan sebelumnya tentang pengaruh ponsel pada otak dan hubungannya dengan kanker. Menurut perkiraan industri, sekitar 730 juta ponsel akan dipasarkan tahun ini dan hampir dua miliar orang di seluruh dunia sudah menggunakan ponsel. Dari jumlah tersebut lebih dari 500 juta menggunakan jenis yang memancarkan medan elektromagnetik yang dikenal sebagai "Sistem Global Komunikasi Bergerak" atau lebih dikenal dengan istilah ponsel jenis GSM (Global System for Mobile). Namun sejauh ini dampak yang mungkin ditimbulkannya pada otak masih menjadi perdebatan dan belum bisa dipahami dengan baik. Dr. Paolo Rossini dari rumah sakit Fatebenefratelli di Milan dan rekan menggunakan Transcranial Magnetic Stimulation (TSM) untuk memeriksa fungsi otak saat menggunakan ponsel. Dalam studi ini Paolo dibantu 15 relawan pria yang menggunakan ponsel GSM 900 selama 45 menit. Hasilnya, sel-sel korteks motor sekitar 12 dari 15 relawan yang berdekatan dengan ponsel terlihat mengalami rangsangan selama menggunakan ponsel namun kembali normal setelah satu jam kemudian.
Para peneliti menegaskan bahwa mereka belum menemukan efek buruk penggunaan ponsel pada otak, namun pada orang dengan kondisi seperti epilepsi, yang berkaitan dengan rangsangan sel otak, memiliki potensi untuk terpengaruh stimulasi magnetik. "Boleh dikatakan penggunaan EMF (frekuensi elektromagnetik) dalam jangka waktu lama dan kontinyu berkaitan dengan penggunaan ponsel dalam kehidupan sehari-hari mungkin akan memicu resiko atau bahkan manfaat bagi penderita sakit otak." Sebenarnya studi medis mengenai penggunaan ponsel dan pengaruhnya pada otak telah memberi hasil beragam. Tahun lalu para peneliti Swedia menemukan penggunaan ponsel dalam jangka waktu lama akan meningkatkan resiko tumor otak. Namun studi ini dimentahkan empat operator ponsel Jepang yang tak menemukan bukti bahwa gelombang radio dari ponsel bisa membahayakan sel atau DNA.

3G
Kehadiran teknologi telepon selular generasi ketiga (3G) memberi peluang untuk mewujudkan impian-impian masa lalu terkait cara berkomunikasi. Kita sebelumnya mungkin belum pernah membayangkan dapat berkomunikasi dengan seseorang yang terpisah jarak namun bisa merasakan seakan-akan dia hadir dekat dengan kita. Hal itu bisa terasa karena selain bisa mendengar suaranya juga bisa melihat wajah lawan bicara di layar ponsel. Di era 1978 generasi pertama telepon bergerak yang menggunakan teknologi analog seperti AMPS (Advance Mobile Phone Service), Total Access Communications System (TACS) dan Nordic Mobile Telephone (NMT) mulai diperkenalkan. Teknologi mobile kemudian terus berkembang dengan hadirnya teknologi telepon selular generasi kedua (2G) lewat GSM (Global System for Mobile Communications) dan CDMA (Code Division Multiple Access). Keduanya memberikan layanan selangkah lebih maju dengan teknologi digital yang dimiliki dan kemampuannya mentransfer data. Belakangan muncul teknologi telepon selular generasi ketiga (3G) yang mampu mentransfer suara, data dan gambar dalam kecepatan tinggi, hingga 2 Mbps (megabyte per second). Terlepas dari sisi biaya yang belum diketahui besarnya dan berbagai aspek kesiapan masyarakat dalam implementasi layanan 3G, kemampuan yang dimiliki teknologi ini tentunya diharapkan mampu memberikan lebih banyak kemudahan dan efektivitas untuk berbagai sisi kehidupan masyarakat Indonesia. Namun demikian seperti kita pahami, setiap hal baru yang masuk ke masyarakat pasti membawa dampak atau perubahan sosial. Tak terkecuali dengan 3G. Keberadaannya di tanah air sudah barang tentu akan memberikan banyak implikasi di berbagai sektor kehidupan.

Dampak Baik dari Teknologi 3G
Bila kita cermati salah satu masalah pendidikan kita adalah kendala akses ke sumber informasi. Masih mahalnya harga buku-buku, ditambah keenganan sebagian besar masyarakat kita melangkah ke toko-toko buku dan perpustakaan diiringi masih ribetnya mencari informasi di perpustakaan konvensional ditenggarai menjadi penyebab hal tersebut. Selain internet, kehadiran 3G tentunya diharapkan dapat memberi alternatif solusi permasalahan akses ke sumber informasi ini. Contohnya, para pengguna ataupun pelanggan layanan ini ke depan akan memungkinkan untuk memilih berbagai e-book yang ditawarkan oleh berbagai content provider di manapun ia berada, selama lokasinya dalam jangkauan jaringan operator.

Salah satu aspek yang akan berubah dengan kehadiran 3G adalah media dan hiburan. Sebagaimana kita tahu, sebagian besar masyarakat kita adalah tipikal watching society. Kenyataan ini tentu akan dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis media maupun hiburan dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki 3G. Jaringan 3G yang memiliki bandwidth besar untuk lalu lintas data akan sangat memungkinkan bagi operator untuk menyediakan konten-konten berkapasitas besar, seperti konten-konten media dan hiburan sebagai salah satu layanan. Berbagai klip musik maupun MP3 diyakini akan membanjiri layanan 3G. Hal ini bahkan sudah dimulai dengan kehadiran fasilitas Ring Back Tone maupun Video Ring Tone saat ini. Selain memungkinkan untuk melakukan download file-file audio/video on demand, kehadiran 3G juga akan memungkinkan para penggunanya untuk menikmati radio streaming maupun mobile TV, termasuk sinetron, seperti yang sudah diaplikasikan di negara tetangga Singapura lewat operator MobileOne Ltd. Bagi para jurnalis televisi, kehadiran 3G diharapkan akan membantu peliputan mereka. Karena lewat video call mereka bisa secepatnya melaporkan sebuah peristiwa ke kantor redaksi untuk ditayangkan segera.
Bagi para pebisnis dari kalangan sosial ekonomi status tinggi (A, B), kehadiran 3G tentu akan semakin memudahkan mereka dalam mengambil keputusan. Pergerakan indeks saham maupun kurs dan didukung informasi dari pers yang bisa dipantau oleh mereka dari manapun akan membuat simpel pekerjaan mereka. Begitu pun dalam membaca peluang bisnis atau memutuskan sebuah penawaran kerjasama. Para pengusaha tak perlu beranjak dari kursi mereka untuk melihat sebuah penawaran barang/ jasa dari sebuah perusahaan. Mereka cukup melihat barang yang ditawarkan lewat video call, atau minta dikirim detail via email. Untuk kepentingan koordinasi pimpinan antar cabang, kalangan eksekutif perusahaan juga dapat memanfaatkan video conference, sehingga masing-masing individu dapat lebih mengefisiensikan waktunya. Mereka tak perlu berduyun-duyun pergi ke kantor pusat untuk sekedar koordinasi yang tidak mendesak.
Teknologi telepon selular generasi ke-tiga ini juga akan banyak memberi implikasi bagi gaya hidup masyarakat Indonesia. Ada kecenderungan di awal-awal kehadirannya 3G akan menjadi indikator pendongkrak status sosial bagi penggunanya. Bagi masyarakat kota metropolitan yang sudah akrab dengan kemacetan, kehadiran jaringan 3G akan membantu mereka untuk memilih jalan-jalan alternatif yang sedikit bebas macet. Hal itu terjadi karena operator lewat content provider bisa memberikan layanan video real time yang menayangkan situasi di jalan-jalan protokol. Bagi remaja maupun para games mania, ke depan mereka akan lebih leluasa bermain game online, tak hanya lewat internet namun juga lewat ponsel, karena jaringan 3G memungkinkan untuk itu. Pun begitu bagi para peminat komik, mereka bisa mendapatkan komik dengan gambar berkualitas lewat layanan 3G.

Dampak Buruk dari Teknologi 3G
Kendati begitu, bagi dunia akademisi maupun sekolah, kehadiran teknologi 3G ini berpotensi juga menimbulkan dampak negatif. Dalam bidang pendidikan, bila tidak diantisipasi, para siswa yang selama ini gemar menyontek dengan memanfaatkan fasilitas sms, boleh jadi di masa depan cukup memperlihatkan lembar jawaban kepada temannya via kamera handset 3G. Bahkan para joki ujian masuk perguruan tinggi bersama timnya pun berpotensi memanfaatkan teknologi ini untuk memuluskan langkah mereka.Kendati begitu, kehadiran 3G juga berpotensi memberikan ekses negatif terhadap gaya hidup, terutama bagi masyarakat perkotaan. Lewat layanan chat di jaringan 3G misalnya, para pelaku bisnis esek-esek perorangan ini akan lebih bebas bertransaksi dan berpromosi. Mereka bisa saja rela mempertontonkan tubuhnya lewat video call setelah meminta transfer dana kepada peminatnya terlebih dahulu.
Dan dampak jelas bagi para pelanggan seluler dengan teknologi GSM, semua telepon seluler (ponsel) dan berbagai perangkat teknologi GSM yang kita miliki akan tetap bisa digunakan walaupun operator GSM naik kelas ke teknologi 3G. Keadaan berbanding terbalik bagi para operator baru yang langsung masuk ke medan perang seluler Indonesia dengan teknologi 3G-nya. Jaringan yang dimiliki tidak akan bisa menerima ponsel, device, dan gadget berteknologi GSM, kecuali nekat melipatduakan biaya program investasi jangka pendek dan menengah mereka yang sudah diberikan para investor dan bankir yang membiayai investasi mereka. Dapat dipastikan akan susah bagi operator baru untuk bisa membuat teknologi 3G menjadi teknologi yang mengerti pelanggan GSM seperti kita. Dan ini jelas, penyelenggara jasa layanan yang tidak bisa membuat teknologinya bersahabat dengan penggunanya akan menghadapi kenyataan dunia usaha mereka seperti neraka kecil.

Hal kedua yang mendukung bisnis 3G menjadi sebuah ”neraka” bagi operator baru adalah kenyataan tidak energy efficient-nya ponsel 3G dibandingkan dengan ponsel GSM. Tidak banyak yang sadar, ponsel 3G itu sangat boros energi. Ini terbukti kalau kita melakukan riset kecil-kecilan spesifikasi teknis semua ponsel dual mode yang compatible untuk 3G dan GSM. Kita akan menerima kenyataan, penggunaan ponsel di mode 3G lebih boros baterai tiga hingga empat kali dibandingkan dengan penggunaan ponsel tersebut di mode GSM. Kita, pelanggan incumbent operator GSM yang naik kelas ke 3G, akan tetap dilayani dengan baik dikarenakan fleksibilitas kita dalam memilih mode jaringan ponsel yang bisa digunakan (3G atau GSM kalau mau hemat energi). Neraka ini akan tetap eksis bagi operator seluler baru yang teknologinya murni WCDMA hingga ditemukan teknologi baterai baru atau teknologi ponsel 3G yang lebih energy efficient di masa yang akan datang.
Daftar Pustaka

www. Google. com
Pontianak Post Online. com
OneStopShopingForTechnologyTelecomunicationCDMA 20001x,EVDO,3G,GSM,GPRS,EGPRS,UMTS,EDGE,HSDPA~Modem GSM-CDMA~Mesin Fax GSM-CDMA~Repeater GSM-CDMA. com
Dev Yusmananda, Pengamat dan Praktisi di Dunia Seluler Indonesia, KOMPAS.com
Aspek Sosial Telepon Seluler JIBIS Humaniora. com

Selasa, 17 Juli 2007

Perkembangan Handphone dan Jurnalisme Online


Perkembangan HP

Handphone saat ini memang bukan barang yang aneh untuk masyarakat Indonesia. Industri handphone, bergerak sangat cepat, setara dengan melesatnya kecepatan suaranya. Kini semakin banyak teknologi pendukung yang terintegrasi dengan produk HP, seperti radio FM, kamera digital dan pemutar MP3. Belum lagi ukuran HP yang berlomba untuk makin kecil dan menarik. Pilihan operator dan jangkauan operator pun menjadi yang semakin banyak dipasaran, turut memanjakan konsumen. HP kini bukan lagi sekadar alat untuk berkomunikasi. Ia adalah gaya hidup, penampilan, tren dan prestise. Kini dunia HP adalah dunia untuk berkomunikasi, berbagi, mencipta dan menghibur dengan suara, tulisan, gambar, musik dan video.
Teknologi HP pertama kali diperkenalkan 3 April 1973. Komunitas bisnis telefon bergerak mengingatnya sebagai hari lahirnya HP. Saat itu untuk pertama kalinya pembicaraan jarak jauh dengan perangkat telefon bergerak portable dilakukan. Yang pertama kali mencobanya adalah Martin Cooper, General Manajer Divisi Sistem Komunikasi Motorola. Ide HP datang dari Cooper yang bermimpi untuk membuat alat komunikasi yang fleksibel. Ia menginginkan untuk dapat keluar dari keterbatasan telefon tetap (fixed phone). HP Mr. Cooper ini memiliki berat hampir 1 kg dengan ukuran tinggi 33 cm. Sebagai teknologi baru, HP tersebut tidak langsung dijual ke masyarakat. Perlu waktu sampai 10 tahun sampai tersedia layanan komersial telefon bergerak.
Tepatnya pada tahun 1983, ketika Motorola memperkenalkan DynaTAC 8000X. Inilah HP pertama yang mendapat izin dari Federal Communications Commission) FCC dan bisa dipergunakan untuk tujuan komersial. FCC adalah badan pemerintah di AS yang mengatur semua regulasi menyangkut penyiaran (broadcasting) dan pengiriman sinyal radio atau televisi lewat gelombang udara. HP ini tersedia di pasaran pada bulan April 1983. Beratnya sekira 16 ons atau 1/5 kg. Dijual dengan harga 3.500 Dolar AS atau sekira Rp 30-an juta.

Sejarah telefon bergerak

Teknologi telefon bergerak, pertama kali muncul tahun 1946. Layanan ini hanya berkapasitas 6 channel suara, yang artinya dalam satu waktu hanya bisa menangani 6 panggilan secara bersamaan. Setahun kemudian, beberapa ilmuwan di pusat riset perusahaan telekomunikasi mulai melirik pengembangan telefon mobil menuju telefon genggam portabel. Tujuannya adalah meningkatkan kapasitas layanan telefon mobil, sehingga bisa menampung lebih dari 6 pembicaraan pada saat bersamaan.
Secara teori, teknologi ini memang memungkinkan untuk dikembangkan. Caranya adalah dengan pengaturan area layanan (range of service) ke dalam sel-sel yang kecil. Penggunaan frekuensinya bisa sama, namun dilakukan dengan berbeda sel. Bila diaplikasikan, dampaknya dapat meningkatkan lalu lintas pembicaraan pada telefon mobil secara signifikan.
Pada tahun 1947 perusahaan telekomunikasi AS AT&T mengajukan usul agar FCC mengalokasikan spektrum frekuensi yang lebih lebar. Maksudnya agar area distribusi layanan menjadi semakin luas. Dengan area yang semakin luas diharapkan akan semakin memperbesar pasar pengguna telefon mobil. Namun usulan ini tidak ditanggapi serius oleh FCC. Jumlah frekuensi yang diizinkan tetap dibatasi, hanya 23 percakapan pada saat bersamaan di satu area layanan. Sebuah jumlah yang dirasakan dunia usaha tidak cukup menjanjikan untuk berinvestasi serius.
Baru di tahun 1968, FCC mengizinkan peningkatan alokasi frekuensi. Kemudian AT&T dan Bell Labs bersaing mengajukan sistem selular sebagai konsep baru sistem telefon bergerak. Sistem baru ini bertumpu pada pemancar dengan daya rendah untuk layanan di satu area kecil yang berukuran beberapa km saja. Inilah cikal bakal dari teknologi yang disebut "cell" atau "cellular". Kumpulan dari sel-sel kecil ini, bila digabungkan akan membentuk area layanan yang luas. Masing-masing tower pemancar hanya akan menggunakan sebagian kecil dari total frekuensi yang dialokasikan.
Tahun 1977 AT&T dan Bell Labs membuat prototipe sistem seluler. Setahun kemudian diujicobakan secara umum di Chicago. Lebih dari 2000 pelanggan turut mencoba sistem baru ini. Kemudian pada tahun 1981, Motorola dan American Radio Telephone juga memulai sistem komunikasi berbasis selular di Washington/Baltimore. FCC baru satu tahun kemudian memberikan izin komersialisasi layanan telefon bergerak. Yang memacu perusahaan komunikasi lainnya untuk mengembangkan teknologi seluler. Pada tahun 1983 perusahaan Ameritech muncul salah satu standar sistem komunikasi seluler.
Teknologi ini dikenal dengan nama AMPS (Anvanced Mobile Phone Service). Inilah layanan komersial pertama sistem selular analog yang menjadi basis teknologi digital (TDMA, dan CDMA). Perkembangan teknologi telefon seluler tidak hanya terjadi di Amerika Serikat saja. Jepang pada tahun 1979 meluncurkan layanan telefon seluler dengan sistem komunikasi berbasis PCS. Eropa tidak mau ketinggalan dengan mengembangkan teknologi GSM.

Jurnalisme Online

Teknologi dalam jurnalisme

Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi. Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehingga deadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di surat kabar. Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis saat itu.
Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan dengan munculnya televisi. Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin, proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di industri media massa.
Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun. Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan space iklan yang tak kalah luasnya.
Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki situs berita di internet, yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi internetnya sama persis dengan edisi cetak.
Sedangkan pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog dan sering disingkat menjadi blog saja. Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik. Tapi banyak yang memang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita.
Dalam penggunaan teknologi, Indonesia mungkin agak terlambat dibanding dengan media massa dari negara maju seperti AS, Prancis, dan Inggris. Tetapi untuk saat ini penggunaan teknologi di Indonesia --terutama untuk media televisi-- sudah sangat maju.